Makkiyyah dan Madaniyyah dalam Al-Qur’an[1]
[1] Penulis: Ahmad Zainal Mustofa (Wakil Ketua Yayasan Al-Maghfirah Telajung)
Pengertian Makkiyyah dan Madaniyyah
Al-Qur’an diturunkan secara bertahap selama 23 tahun. Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. di dua tempat yang berbeda, yaitu ketika Nabi bertempat tinggal di Mekkah sebelum hijrah ke Madinah, dan ketika Nabi bermukim di Madinah sesudah hijrah. Surat atau ayat yang diturunkan ketika Nabi bertempat tinggal di Mekkah sebelum hijrah disebut surat atau ayat makkiyyah, sedangkan surat atau ayat yang diturunkan ketika Nabi bermukim di Madinah sesudah hijrah disebut surat atau ayat madaniyyah.
Ilmu yang membahas pemahaman dalam mempelajari tentang penentuan antara makkiyyah dan madaniyyah, disebut ilmu makki dan madani. Namun demikian, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai penentuan batasan antara makkiyyah dan madaniyyah. Adapun pebedaan dasar yang dijadikan patokan para ulama untuk menentukan surat atau ayat makkiyyah dan madaniyyah, antara lain:
- Dari segi waktu turunnya
Makkiyyah adalah yang diturunkan sebelum hijrah meskipun bukan di Mekkah. Madaniyyah adalah yang diturunkan sesudah hijrah sekalipun bukan di Madinah. Yang diturunkan sesudah hijrah sekalipun di Mekkah atau Arafah, adalah madani, seperti yang diturunkan pada tahun penaklukan kota Mekkah, misalnya firman Allah surat an-Nisa’ ayat 58:
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya.”
Pendapat ini lebih kuat daripada kedua pendapat di bawah, karena lebih dapat memberikan kepastian dan konsisten.
- Dari segi tempat turunnya
Setiap ayat yang diturunkan di Mekkah dan sekitarnya adalah makkiyyah. Setiap ayat yang diturunkan di kota Madinah dan sekitarnya adalah madaniyyah, baik ayat itu turun sebelum hijrah atau setelah hijrah. Makkiyyah ialah yang turun di Mekkah dan sekitarnya, seperti Mina, Arafah dan Hudaibiyah. Madaniyyah ialah yang turun di Madinah dan sekitarnya, seperti Uhud, Quba, dan Sil’. Pendapat ini mengakibatkan tidak adanya pembagian secara konkret, karena yang turun dalam perjalanan di Tabuk atau di Baitul Makdis tidak termasuk ke dalam salah satu bagiannya, sehingga tidak dinamakan makkiyyah dan tidak juga madaniyyah. Ada yang berpendapat bahwa ayat yang turun dalam perjalanan disebut ayat safariy.
- Dari segi sasarannya
Makkiyyah adalah yang seruannya ditujukan kepada penduduk Mekkah, dan madaniyyah adalah yang seruannya ditujukan kepada penduduk Madinah. Berdasarkan pendapat ini, para pendukungnya menyatakan bahwa ayat Al-Qur’an yang mengandung seruan ya ayyuhan nas (wahai manusia) adalah makkiyyah, sedang ayat yang mengandung seruan ya ayyuhal ladzina amanu (wahai orang-orang yang beriman) adalah madaniyyah. Namun melalui pengamatan cermat, nampak bahwa kebanyakan surat Al-Qur’an tidak selalu diawali dengan salah satu seruan itu. Misalnya, surat al-Baqarah merupakan Madani, tetapi di dalamnya terdapat ayat yang mengandung seruan ya ayyuhan nas, seperti dalam ayat 21:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa.”
Ciri-ciri Khas Makkiyyah dan Madaniyyah
Para ulama telah meneliti surat-surat makkiyyah dan madaniyyah, dan menyimpulkan beberapa ketentuan bagi keduanya, serta menerangkan ciri-ciri khas gaya bahasa dan persoalan-persoalan yang dibicarakannya. Dari hal-hal tersebut, mereka dapat menghasilkan kaidah-kaidah dengan ciri-ciri tersebut.
Ketentuan dan Ciri Khas Makkiyyah
Ketentuan Makkiyyah
- Setiap surat yang di dalamnya mengandung “ayat sajdah” maka surat itu makkiyyah.
- Setiap surat yang mengandung kata kalla, berarti makkiyyah. Kata ini hanya terdapat dalam separuh terakhir dari Al-Qur’an dan disebutkan sebanyak 33 kali dalam 15 surat.
- Setiap surat yang mengandung ya ayyuhan nas dan tidak mengandung ya ayyuhal ladzina amanu, berarti makkiyyah, kecuali surat al-Hajj yang pada akhir surat terdapat ya ayyuhal lazina amanur-ka’u wasjudu. Namun demikian sebagian besar ulama berpendapat bahwa ayat tersebut adalah ayat makkiyyah.
- Setiap surat yang mengandung kisah para nabi dan umat terdahulu adalah makkiyyah, kecuali surat al-Baqarah.
- Setiap surat yang mengandung kisah Adam dan Iblis adalah makkiyyah, kecuali surat al-Baqarah.
- Setiap surat yang dibuka dengan huruf-huruf singkatan, seperti alif lam mim, alif lam ra, ha mim dan lain-lainnya, adalah makkiyyah, kecuali surat al-Baqarah dan Ali Imron. Sedangkan surat ar-Ra’d masih diperselisihkan.
Ciri Khas Tema Makkiyyah
- Ajakan kepada tauhid dan beribadah hanya kepada Allah, pembuktian mengenai risalah, kebangkitan dan hari pembalasan, hari kiamat dan kengeriannya, neraka dan siksaannya, surga dan nikmatnya, argumentasi terhadap orang musyrik dengan menggunakan bukti-bukti rasional dan ayat-ayat kauniah.
- Peletakan dasar-dasar umum bagi perundang-perundangan dan akhlak mulia yang menjadi dasar terbentuknya suatu masyarakat dan penyingkapan dosa orang musyrik dalam penumpahan darah, memakan harta anak yatim secara zalim, penguburan hidup-hidup bayi perempuan dan tradisi buruk lainnya.
- Menyebutkan kisah para nabi dan umat-umat terdahulu sebagai pelajaran sehingga dapat mengetahui nasib orang yang mendustakan agama, dan sebagai hiburan buat Rasulullah sehingga ia tabah dalam menghadapi gangguan dalam berdakwah dan yakin akan menang.
- Suku katanya pendek-pendek disertai kata-kata yang mengesankan, pernyataan singkat, dan maknanya pun meyakinkan dengan diperkuat kata-kata sumpah, seperti surat-surat yang pendek-pendek, dan pengecualiannya hanya sedikit.
Ketentuan dan Ciri Khas Madaniyyah
Ketentuan Madaniyyah
- Setiap surat yang berisi kewajiban atau had (sanksi) adalah madaniyyah.
- Setiap surat yang di dalamnya disebutkan orang-orang munafik adalah madaniyyah, kecuali surat al-Ankabut adalah makkiyyah.
- Setiap surat yang di dalamnya terdapat dialog dengan ahli kitab adalah madaniyyah.
Ciri Khas Tema Madaniyyah
- Menjelaskan ibadah, muamalah, had, kekeluargaan, warisan, jihad, hubungan sosial, hubungan internasional, baik di waktu damai maupun perang, kaidah hukum dan masalah perundang-undangan.
- Seruan terhadap ahli kitab dari kalangan Yahudi dan Nasrani, dan ajakan kepada mereka untuk masuk Islam, penjelasan mengenai penyimpangan mereka terhadap kitab-kitab Allah, permusuhan mereka terhadap kebenaran dan perselisihan mereka setelah ilmu datang kepada mereka karena rasa dengki di antara sesama mereka.
- Menyingkap perilaku orang munafik, menganalisis kejiwaannya, membuka kedoknya dan menjelaskan bahwa ia berbahaya bagi agama.
- Suku kata dan ayatnya panjang-panjang dan dengan gaya bahasa yang memantapkan syariat serta menjelaskan tujuan dan sasarannya.
Kegunaan Ilmu Makki dan Madani
Pengetahuan tentang ilmu makki dan madani banyak manfaatnya, di antaranya adalah:
- Untuk dijadikan alat bantu dalam menafsirkan Al-Qur’an.
- Untuk mengetahui langkah-langkah kebijaksanaan dakwah yang berlangsung secara bertahap sesuai dengan kondisi dan situasi tertentu, bahkan juga untuk mengetahui sejauh mana relevansi dakwah itu dengan lingkungan masyarakat Arab di Mekkah dan Madinah.
- Dengan meresapi gaya bahasa Al-Qur’an dapat memanfaatkannya dalam metode berdakwah di jalan Allah SWT, sebab setiap situasi mempunyai bahasa tersendiri.
- Mengetahui sejarah hidup Nabi melalui ayat-ayat Al-Qur’an, sebab turunnya wahyu kepada Rasulullah sejalan dengan sejarah dakwah dengan segala peristiwanya, dan juga dapat mengetahui sejarah hukum Islam dan perkembangannya yang bijaksana secara umum.
- Dapat meningkatkan keyakinan kita terhadap kebesaran, kesucian dan keaslian Al-Qur’an, karena melihat besarnya perhatian umat Islam sejak turunnya terhadap hal-hal yang berhubungan dengan Al-Qur’an, sampai hal-hal yang sedetail-detailnya.
Referensi
Abu al-Hasan ‘Ali bin Ahmad al-Wahidi, Asbab Nuzul Al-Qur’an, Beirut: Dar Kitab al-‘Ilmiah, 1991.
Manna’ Khalil al-Qotthon, Mabahits fi ‘Ulum Al-Qur’an, Kairo: Maktabah Wahbah, 2000.
Muhammad bin ‘Afifi al-Bajuri, Tarikh at-Tasyri’ al-Islamiy, Surabaya: Maktabah al-Hikmah, t.th.
Muhammad bin ‘Alawi al-Maliki al-Hasani, al-Qawa’id al-Asasiyyah fi ‘Ulum Al-Qur’an, Surabaya: Maktab Markazi, t.th.
Hadi Ma’rifat, Sejarah Al-Qur’an, Jakarta: Al-Huda, 2007.
Masfjuk Zuhdi, Pengantar Ulumul Qur’an, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1980.
Rosihon Anwar, Ulumul Qur’an, Bandung: Pustaka Setia, 2006.